27.9.11

Puisi-puisi Aang Sukardjasman

oretan-oretan my Bon Ami  alias Aang Sukardjasman alias Ang Jasman  ( Jakarta )


#1#

mimpimimpi masih jaga dalam lelap angin laut
semilir kidung mengelus dinding hati ini
menebar hening di pintuku
tidurlah kekasih
malam terus meniti tangga waktu yang tak berujung

Aang Sukardjasma, 22.04.10


#2#

Berabad hidupku masih ku disini
terkapar di pelataranmu
kukantungi dengan damba sebutir cinta
bukan pembayar nikmat surgawi ataupun penembus siksa neraka

yang kurindu cuma memandang parasmu
sekedipan mata

Aang Sukardjasman, 23.04.10


#3#

Kekasih, jadikan aku seekor laron
sekarang juga akan ku bakar pikiranku,
egoku,
jasadku,
lebur dalam api
Cinta Agungmu.

Aang Sukardjasman, 23.04.10




TAK KUDENGAR SUARAMU DISINI


Tak kudengar suaramu disini, di celah hijau
dedaunan bukit ini. Pepohonan menangguk desir
menyeret sepi menikam sepi
Tak kudengar suaramu mengambang di udara
seperti doa-doa yang dilambungkan dengan tulus. Sedang
lentik jemarimu tak henti gemulai menari di tuts piano
ah, kebisuanmu masih juga mengaduk-aduk kelam
makin kelam. Tertegun daun menatap senyap sunyi

dan pagi ketika mentari menyibak terang
satu-satu airmatamu menghitung awan

Suatu kali kau berbisik pada hari, perlahan,
“takkan kuhentikan segalanya, biarlah punggung ini
bungkuk memikul nganga luka meski mataku
nanar dan buram, toh penghujung ada disana.”
Kau pun meniti hari seperti menghitung kancing
tahu segala sesuatu berputar tak sudah
mentari pun dengan setia melata hari,
hujan dan musim bergantian.

tak kudengar lagi suaramu disini
tapi bisingmu terus berdetak-detik lembut di hati.

pada pagi baru terang tak menguntit awan
satu-satu airmatamu bening mengristal
berjatuhan menggelinding.  Jauh. 


8/2011




LAUTKU

Sejak  lama aku tak menciummu
berkecipak di biru tubuhmu
mendekap baumu
mencecap asin darahmu.

Pagi ini kau mengirim camar melintas
di beku pikiranku rindumu menggerakkan jemariku
tanpa duga kuraih 100 puisi pilihan “Madura, Luang Prabhang”,
di halaman 33 kutemukan kau, Laut, yang lama
teronggok di lipatan ingatan kau menyapa
lewat baris-baris puisi selamat pagi ujarmu
lalu kau pun akrab berbincang dengan Abdul Hadi WM.

Dan malam ini kau hadir di depanku dalam perbincangan
Maneke Budiman di ruang Komunitas Salihara tentang novel
dan cerpen yang ditulis 3 perempuan pemujamu
kau menjadi latar dalam kisah “Pertarungan” yang ditulis Hanna Rambe
kau menjadi rumah abadi seorang bunda membawa luka buah konflik
sedang di kandungnya janin yang tak sempat lahir, sang “Laluba”
kau debur ombak pulau Bangka dalam “Lelaki Beraroma Kebun”
dalam Linda Christanty sebagai kenangan manis akan pulaunya.

Kini dalam mabuk kegirangan kucumbu dan kuciumi
kau dalam bayang anganku berkelindan di tubuh telanjangmu
kudekap dan kusesap asinmu mengisi sulur-sulur nadiku
Biarlah suatu hari nanti jasad ini kau timang
mengambang damai di pucuk-pucuk gelombangmu.


9/2011




KENANGAN


Aku ingat kini
kuatir telah mengubah wajahmu jadi cemas
di tiap keluhku
kau menitip hatimu yang resah
jemarimu tak henti mengelus dahi
dan berbisik. Doa-doamu tak putus
mengalir dari bibirmu yang manis.

Kurindu kau dengan hati yang penuh
dada ini seperti tak mau jenuh kau isi
cintamu yang tak pernah luruh.

Ingin kudekap kau ke dada
seperti dekapmu
sewaktu aku bayi dulu.
Terimalah kehangatan yang sama
seperti timangmu kala aku sakit dulu.

Ah, Bunda, semua yang tinggal
jadi kenangan kini kutatap nisan cuma.
Sedang kau didekap sepi disana.

Semilir angin lembut menerpa pipi
seakan bibir kasihmu mengecupku.
Bunda kirimi aku senyummu.


9/2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar